Banyak kisah-kisah tentang Nabi Khidir yang ramai dibicarakan orang, banyak kontroversi tentang kemunculannya, sehingga hal itu mendorong rasa ingin tahu tentang hakikat sebenarnya. Ada yang menyatakan Nabi Khidir masih hidup, adapula yang menyatakan Khidir sekarang berdiam di sebuah pulau, ada pula yang menyatakan bahwa setiap musim haji Nabi Khidir rutin mengunjungi padang Arafah. Entah khidir siapa dan yang mana? Tapi yang jelas begitulah khurafat dan takhayyul berkembang di tengah masyarakat kita. Lucunya, banyak pula orang-orang yang sangat mempercayai perkara-perkara tersebut.
Semua ini berpangkal dari kesalahfahaman mereka tentang hakikat Nabi Khidir. Terlebih lagi orang-orang ekstrim yang membumbui berbagai macam dongeng dan cerita bohong tentang Khidir. Sebagian di antara mereka, ada yang mengaku telah bertemu dengan Khidir, berbicara dengannya dan mendapat wasiat dan ilham darinya. Misalnya di tanah air kita ini, ada sebagian orang yang mengaku telah bertemu dengan Khidir dan mengambil bacaan-bacaan shalawat, wirid-wirid dan dzikir dari Khidir secara langsung, tanpa perantara, atau melalui mimpi. Bahkan ada pula yang mengaku dialah Nabi Khidir -Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Semua ini adalah keyakinan batil!!
Mengenai hidup atau wafatnya Khidir, orang-orang berselisih. Ada yang menyatakan dia masih hidup. Tetapi ada juga yang menyatakan bahwa dia telah lama meninggal berdasarkan dalil-dalil dari Al-Kitab dan Sunnah. Ini merupakan pendapat para Ahli Hadits. Karena, tidak ada satupun nash yang shahih, baik dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang dapat dijadikan pegangan bahwa Khidir masih hidup. Bahkan banyak dalil yang menyatakan ia telah meninggal.
Jika kita mengadakan riset ilmiah, maka kita akan mendapatkan Al-Qur’an dan Sunnah menjelaskan bahwa Nabi Khidhir telah meninggal dunia.
Al-Allamah Ibnul Jauziy-rahimahullah- berkata, “Dalil yang menunjukkan bahwa Nabi Khidir sudah tidak ada di dunia adalah empat perkara; Al-Qur’an, As-Sunnah, ijma’ (kesepakatan) ulama’ muhaqqiqin, dan dalil aqliy”. [Lihat Al-Manar Al-Munif (hal. 69)]
Di antaranya dalil-dalil itu:
Allah -Ta’ala- berfirman,
“Kami tidak menjadikan kehidupan abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad). Maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal”. (QS.Al-Anbiya`: 34)
Imam Abul Faraj Abdur Rahman Ibnul Jauzy-rahimahullah- berkata, “Khidhir, jika dia itu seorang manusia, maka sungguh ia telah masuk dalam keumuman (ayat) ini tanpa ada keraguan. Seorang tidak boleh mengkhususkannya dari keumuman itu, kecuali dengan dalil yang shahih”. [Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah (1/334), cet. Maktabah Al-Ma’arif]
Kemudian Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir-rahimahullah- menguatkan ucapan Ibnul Jauziy tadi seraya berkata, “Asalnya memang tidak boleh mengkhususkannya sampai dalil telah nyata. Sementara tidak disebutkan adanya dalil yang mengkhususkannya dari seorang yang ma’shum yang wajib diterima”. [Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah (1/334), cet. Maktabah Al-Ma’arif ]
Allah -Azza wa Jalla- berfirman,
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman, “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab,“Kami mengakui”. Allah berfirman, “Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”. (QS. Al-Imran: 81)
Al-Hafizh Ibnu Katsir menukil dari Ibnu Abbas-radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata saat menafsirkan ayat ini, “Allah tidak mengutus seorang nabi di antara para nabi, kecuali Dia mengambil perjanjian padanya. Jika Allah mengutus Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam- sedang nabi itu hidup-, maka ia (nabi itu) betul-betul harus beriman kepada beliau, dan menolongnya”. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (1/565)]
Jika Khidir masih hidup, tentunya ia tidak boleh menunda-nunda keimanannya kepada Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Ia harus mengikuti Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, berjihad bersamanya dan menyampaikan dakwah beliau. Ini merupakan perjanjian Allah kepada seluruh para nabi dan rasul sebagaimana yang tersebut dalam QS. Al-Imran ayat 81 di atas.
Ini menunjukkan kepada kita bahwa wajib bagi seorang nabi dan rasul untuk menolong dan beriman kepada Rasulullah Muhammad -Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Bahkan Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- menegaskan bahwa andaikan Nabi Musa -’alaihis salam-, yang jauh lebih mulia dari Nabi Khidir masih hidup, maka ia harus mengikuti Nabi Muhammad -Shallallahu ‘alaihi wasallam- .
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
“Andaikan Musa hidup, tentunya tidak mungkin baginya, kecuali harus mengikutiku”. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (3/387), Ad-Darimiy dalam As-Sunan (1/115), Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah (5/2), Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ Bayan Al-Ilm (2/42), dan lainnya. Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Al-Irwa’ (1589)]
Sudah dimaklumi, tidak ada satu pun riwayat shahih ataupun hasan -yang dapat membuat jiwa tenang- menyebutkan bahwa Khidir pernah bertemu dengan Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, tidak pula pernah ikut bersama Rasulullah dalam berbagai peperangan.
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
“Tidak ada satu jiwa pun yang hidup pada hari ini telah lewat 100 tahun, sedang ia hidup pada hari itu”. [HR. Muslim dalam Shahih- nya (4/1966)]
Allamah Ibnu Baththal-rahimahullah- berkata menerangkan makna hadits ini, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam hanya memaksudkan bahwa dalam jangka waktu ini suatu generasi telah punah”. [Lihat Fathul Bari (1/256) karya Al-Hafizh Ibnu Hajar]
Al-Imam Abu Abdillah Al-Qurthubiy-rahimahullah- berkata dalam Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an (11/41), “Sesungguhnya hadits ini termasuk dalil yang memutuskan tentang kematian Nabi Khidir sekarang”.
Andaikan Nabi Khidir masih hidup, tentu ia akan datang kepada Nabi Muhammad -Shallallahu ‘alaihi wasallam- untuk menyatakan keislamannya dan akan menolong beliau dalam berdakwah dan berperang membela Islam. Tidak mungkin ada seorang Nabi pun yang masih hidup, lantas tidak datang kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- untuk berbai’at, menyatakan keislamannya, dan berjihad bersama beliau.
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
“Ya Allah, jika pasukan ini hancur, maka engkau tidak akan disembah lagi dimuka bumi”. [HR. Muslim dalam Kitab Al-Jihad, Bab: Al-Imdad bil Mala’ikah fi Ghazwah Badr (3/1383)]
Syaikhul Islam Ahmad bin Abdil Halim Al-Harraniy-rahimahullah- berkata ketika ditanya tentang hadits di atas, “Andaikan Khidir masih hidup, maka wajib baginya untuk datang kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, dan berjihad di hadapannya, serta belajar dari beliau (Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-). Sungguh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda dalam perang Badar, “Ya Allah, jika pasukan ini hancur, maka engkau tidak akan disembah lagi dimuka bumi”. Pasukan kaum muslimin waktu itu sebanyak 313 personil. Telah dikenal nama mereka, nama orang tua, dan qabilah mereka. Lantas dimanakah Khidir pada saat itu?” [Lihat Al-Manar Al-Munif (hal. 68)]
Adapun dalil-dalil berupa hadits-hadits marfu’, dan mauquf yang menyebutkan tentang hidupnya Nabi Khidir sampai hari ini, maka hadits-hadits itu lemah, bahkan palsu, tidak bisa dijadikan hujjah dan dalil dalam menetapkan hukum, apalagi keyakinan (aqidah).
Al-Imam Ibrahim bin Ishaq Al-Harbiy -rahimahullah- berkata, “Tidak ada yang menyebarkan berita-berita seperti ini (yakni tentang hidupnya Khidir) di antara manusia, kecuali setan”. [Lihat Al-Maudhu’at (1/199) dan Ruh Al-Ma’aniy (15/321) karya Al-Alusiy]
Ibnul Munadiy berkata,“Aku telah mengadakan riset tentang hidupnya Khidir, apakah ia masih ada ataukah tidak, maka tiba-tiba kebanyakan orang-orang bodoh tertipu bahwa ia masih hidup karena hadits-hadits (lemah) yang dirwayatkan dalam hal tersebut”. [Lihat Az-Zahr (hal. 38)]
Ibnul Jauziy setelah membawakan beberapa hadits tentang hidupnya Nabi Khidir berkata, “Hadits-hadits ini adalah batil”. [Lihat Al-Maudhu’at (1/195-197)]
Al-Hafizh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah-rahimahullah- berkata, “Hadits-hadits yang disebutkan di dalamnya tentang Khidir, dan hidupnya, semuanya adalah dusta (palsu). Tidak shahih satu hadits pun tentang hidupnya Nabi Khidir”. [Lihat Al-Manar Al-Munif (hal. 67)]
Seorang ulama Syafi’iyyah, Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy-rahimahullah- berkata setelah membawakan hadits dan kisah tentang hidupnya Khidir, “Riwayat-riwayat, dan hikayat-hikayat ini merupakan sandaran orang yang berpendapat tentang hidupnya Nabi Khidir sampai hari ini. Semua hadits-hadits yang marfu’ ini adalah dha’if jiddan (lemah sekali), tidak bisa dijadikan hujjah dalam urusan agama”. [Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah (1/334)]
Abul Khaththab Ibnu Dihyah Al-Andalusiy-rahimahullah- berkata, “Tidak terbukti tentang pertemuan Nabi Khidir bersama dengan seorang nabi, kecuali bersama Musa, sebagaimana Allah -Ta’ala- telah kisahkan tentang berita keduanya. Semua berita tentang hidupnya tak ada yang shahih sedikitpun berdasarkan kesepakatan para penukil hadits (ahli hadits). Hal itu hanyalah disebutkan oleh orang yang meriwayatkan berita tersebut, dan tidak menyebutkan penyakitnya, entah karena ia tidak mengetahuinya, atau karena jelasnya penyakit berita tersebut di sisi para ahli hadits”. [Lihat Az-Zahr An-Nadhir (hal. 32)]
Inilah beberapa dalil, dan komentar para ulama, semuanya menyatakan Nabi Khidir tidak hidup lagi atau sudah meninggal. Nyatalah kebatilan orang yang mengaku bertemu dengan Nabi Khidir untuk menerima ajaran di luar ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad -Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Bagaimana mungkin Khidir mengajarkan suatu ajaran di luar syari’at Nabi Muhammad -Shalallahu ‘alaihi wasallam-??! Itu pasti bukan Nabi Khidir, tapi setan yang ingin menyesatkan manusia.
Sumber: http://almakassari.com/artikel-islam/aqidah/nabi-khidir-antara-hidup-dan-mati.html
Keterangan
tambahan:
Keterangan untuk membantah orang yang berkeyakinan bahwa sebagian manusia ada
yang diberi keringanan (kelonggaran) untuk keluar (tidak dibebani) dari Syariat
Muhammad Shalallahu alaihi wassallam sebagaimana
Nabi Khidir alaihi salam
diberi keluasan keluar dari Syariat
Nabi Musa alaihi salam.
Perkara seperti ini sebagaimana
yang banyak ditemui di kalangan yang mereka berkeyakinan bahwa guru atau ulama
mereka telah mencapai tingkatan "Hakikat", sehingga tidak
lagi dibebani oleh syariat yang dibawa Rasulullah Shalallahu alaihi wassallam, perkara yang wajib boleh mereka
tinggalkan sedangkan perkara yang haram bebas untuk mereka kerjakan.
Dan Subhat yang mereka jadikan
dalil untuk mendukung perbuatan mereka salah satunya adalah tidak dibebaninya Nabi
Khidir alaihi salam dengan
syariat yang dibawa oleh Nabi Musa alaihi
salam. Dan subhat mereka ini telah dibantah oleh ulama dari beberapa
sisi, yaitu :
Pertama: Musa Alaihi salam hanya
diutus kepada kaumnya yaitu bani Israil, sedangkan nabi khidir alaihi salam bukan termasuk dari bani
Israil.
Dalil bahwa Nabi Musa diutus
hanya untuk kaumnya adalah firman Allah ta'ala
:
"Dan
(Ingatlah) ketika Musa Berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, Mengapa kamu
menyakitiku, sedangkan kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Aku adalah utusan
Allah yang diutus kepada kalian ?" Maka tatkala mereka berpaling (dari
kebenaran), Allah memalingkan hati mereka dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada kaum yang fasik." (QS.
As-Shaff : 5)
Dan semua Nabi dan Rasul hanya
diutus untuk terkhusus bagi kaumnya, kecuali Rasulullah Shalallahu alaihi wassallam yang telah diutus untuk seluruh umat
dari kalangan Jin dan Manusia. Bersabda Rasulullah Shalallahu alaihi wassallam :
"Dan
para Nabi hanya diutus khusus untuk kaumnya dan Aku telah diutus untuk seluruh
umat" (Hadits
Jabir bin Abdillah Radiyallahu anhu dalam
Shohihain)
Kedua: Semenjak diutusnya Rasulullah Shalallahu alaihi wassallam kepada
seluruh umat, maka tidak ada seorangpun dari kalangan Jin dan Manusia yang
terlepas dari beban Syariat yang beliau bawa.
Berfirman Allah ta'ala :
"Dan
tidaklah kami mengutus engkau kecuali bagi seluruh umat sebagai pembawa berita
gembira dan pemberi peringatan. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui
" (QS. Saba'
: 28)
Bahkan seandainya Nabi Musa alaihi salam hidup pada zaman kita
ini, maka beliaupun harus tunduk pada syariat Rasulullah Shalallahu alaihi wassallam sebagaimana
hal itu dikabarkan oleh Rasulullah Shalallahu
alaihi wassallam :
"Seandainya Musa hidup diantara kalian, maka tidak ada baginya
pilihan kecuali mengikutiku" (HR.
Ahmad
(14672) Abi Ya'la (2135) dari Jabir bin Abdillah Radiyallahu 'anhu.
Dihasankan Oleh Syaikh Al- Albani dalam Al Irwa' No.1589)
Maka apakah kaum
menganggap bahwa
guru-guru mereka lebih mulia dari nabi Musa alahi salam , ?? sehingga
tidak lagi dibebani oleh syariat Shalallahu alaihi wassallam.
Sumber:
http://assamarindy.com/?page_id=766 (diambil dari catatan kaki/penjelasan salah
satu pembatal keIslaman yang Kesembilan:
Barangsiapa Yang Berkeyakinan Bahwa Sebagian Manusia Ada Yang Diberi Keringanan
(Kelonggaran) Untuk Keluar (Tidak Dibebani) Dari Syariat Muhammad Shalallahu Alaihi Wassallam Sebagaimana
Nabi Khidir Alaihi Salam
Diberi Keluasan Keluar Dari Syariat
Nabi Musa Alaihi Salam, dengan judul:
Perkara-Perkara Penting Yang Wajib Diketahui Oleh Setiap Muslimin Dan Muslimat,
file pdf )
…”Jadi sebagai kesimpulan serta tambahan dari
artikel diatas seandainya Nabi Musa dan Nabi Khidir masih hidup tidak ada
pilihan lain kecuali mengikuti Nabi Muhammad Shalallahu alaihi
wassallam dan Nabi Isa pun yang kini
masih hidup akan turun ke bumi di akhir zaman nanti mengikuti Syariat Islam
yang dibawa oleh Nabi Muhammad, membantah
klaim yahudi bahwa merekalah yang membunuh Isa, membantah orang-orang nasrani
yang menuhankan Isa, nantinya justru Nabi Isa mengajak kepada Islam dan
berhukum dengan Syariat Islam berdasarkan hadits shahih, jadi jelaslah semenjak
diutusnya Rasulullah Shalallahu alaihi
wassallam kepada seluruh umat sebagai Nabi dan Rasul terakhir, tidak ada
seorangpun dari kalangan jin dan manusia yang terlepas dari beban Syariat yang
beliau bawa, termasuk Nabi Isa, dan juga sebagai bantahan terhadap orang yang
mengatakan semua agama sama, serta berbagai ajaran-ajaran yang menyelisihi
Islam”…